Hero Ramah
Presiden Prabowo: Pendidikan Vokasi sebagai Denyut Nadi Indonesia Emas
Insight Vokasi

Presiden Prabowo: Pendidikan Vokasi sebagai Denyut Nadi Indonesia Emas

Oleh: Arie Wibowo Khurniawan
3,650x dilihat
Presiden Prabowo: Pendidikan Vokasi sebagai Denyut Nadi Indonesia Emas


Dalam pidato kenegaraan pada 15 Agustus 2025, Presiden Prabowo menyampaikan arah besar pembangunan bangsa melalui Nota Keuangan dan RAPBN 2026. Pidato itu bukan sekadar paparan angka dan alokasi anggaran, melainkan deklarasi tekad untuk membangun Indonesia yang tangguh, mandiri, dan sejahtera. Dari delapan agenda prioritas yang disampaikan, satu benang merah tampak jelas: pembangunan sumber daya manusia unggul. Di titik inilah pendidikan vokasi mengambil peran sentral—bukan lagi sekadar pilihan alternatif, melainkan denyut nadi utama yang akan menggerakkan mesin pembangunan menuju Indonesia Emas 2045.

Pemerintah menegaskan komitmennya lewat anggaran pendidikan yang mencapai Rp757,8 triliun. Angka ini menandakan prioritas tertinggi: investasi pada manusia. Fokusnya jelas—peningkatan kualitas guru, perluasan beasiswa, serta revitalisasi pendidikan vokasi. Paradigma pun bergeser. Pendidikan vokasi tidak lagi dipandang sebagai jalur kelas dua, melainkan garda terdepan dalam menyiapkan tenaga kerja kompeten, adaptif, dan siap kerja. Ini bukan sekadar soal membangun ruang kelas, melainkan menciptakan ekosistem di mana kompetensi dihargai setara dengan gelar akademis.

 

Presiden juga menekankan pentingnya akselerasi investasi dan hilirisasi industri dengan nilai proyek mencapai 38 miliar dolar AS. Namun, investasi sebesar itu tidak akan berarti tanpa kehadiran tenaga vokasi yang mampu mengoperasikan, memelihara, dan berinovasi di dalamnya. Pabrik pengolahan nikel, smelter tembaga, hingga manufaktur berteknologi tinggi membutuhkan teknisi, operator, dan insinyur terapan, bukan teori yang berhenti di ruang kelas. Lulusan SMK dan lembaga vokasi adalah tulang punggung hilirisasi—mengubah kekayaan alam mentah menjadi produk bernilai tambah tinggi yang menggerakkan ekonomi nasional.

 

Semangat ini juga berkelindan dengan agenda penguatan koperasi dan UMKM. Pendidikan vokasi melahirkan wirausahawan baru di berbagai bidang melalui program teaching factory dan proyek kreatif kewiraushaan SMK seperti koki yang membuka restoran, desainer grafis dengan agensi kreatif, mekanik yang mendirikan bengkel modern, hingga petani yang mengolah teknologi untuk meningkatkan hasil panen. Mereka hadir sebagai penggerak ekonomi lokal sekaligus pencipta lapangan kerja. Pendidikan vokasi memberi keterampilan nyata—modal untuk mandiri dan berdaya saing—selaras dengan misi membangun ekonomi yang lebih adil dan berkeadilan.



Ketahanan pangan dan energi pun tak mungkin tercapai tanpa talenta vokasi. Swasembada pangan bukan sekadar soal lahan subur, tetapi juga membutuhkan ahli agronomi terapan, teknisi mesin pertanian modern, hingga spesialis pascapanen. Begitu pula transisi menuju energi bersih: diperlukan ribuan teknisi panel surya, operator turbin angin, dan tenaga terampil di pembangkit listrik panas bumi. Bahkan di sektor pertahanan, pendidikan vokasi melahirkan juru las presisi, ahli mekatronika, hingga perancang sistem persenjataan yang menopang kemandirian bangsa.



Namun semua visi ini hanya bisa terwujud dengan orkestrasi yang rapi. Pemerintah berperan sebagai dirigen, sementara dunia industri harus menjadi pemain utama yang aktif terlibat. Konsep link and match tidak boleh sekadar jargon; industri mesti hadir dalam perancangan kurikulum, penyediaan tempat magang, hingga perekrutan berbasis kompetensi. Lembaga vokasi sendiri wajib terus berbenah: memperbarui fasilitas, meningkatkan kapasitas guru, dan menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi.


Akhirnya, pidato Presiden Prabowo tentang RAPBN 2026 bukan sekadar laporan keuangan, tetapi panggilan kebangsaan. Penguatan pendidikan vokasi adalah investasi strategis untuk membangun generasi yang tidak hanya mencari kerja, tetapi juga menciptakan kerja; generasi yang menjadi arsitek sekaligus pelaksana pembangunan Indonesia berdaulat, adil, dan makmur. Dengan tangan-tangan terampil lulusan vokasi, kita bukan hanya membangun pabrik atau gedung, tetapi sedang menata peradaban.




Bagikan artikel ini